Text
Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama danStudi Islam di Era Kontemporer
Pandemi Covid-19 menyadarkan agamawan, ilmuwan, dan stake holders untuk saling berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu dalam upaya memecahkan kompleksitas kehidupan dengan cara dan budaya berpikir baru. Gagasan "Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin" (MIT) merupakan "jalan kedua" dari paradigma "Integrasi-Interkoneksi Keilmuan", yang nampaknya akan selalu relevan dengan tren keilmuan masa depan. Corak hubungan antara disiplin ilmu keagamaan dan disiplin ilmu alam, sosial dan humaniora di era modern dan post-modern adalah saling menembus (semipermeable), keterujian intersubjektif (intersubjective testability) dan imajinasi kreatif (creative imagination).
Berdasarkan paradigma tersebut studi keagamaan dan studi keislaman kontemporer memerlukan pendekatan multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin. Linearitas ilmu dan pendekatan monodisiplin dalam rumpun ilmu-ilmu agama akan mengakibatkan pemahaman dan penafsiran agama kehilangan kontak dengan realitas dan relevansi dengan kehidupan sekiatr, dan begitupun sebaliknya. Linearitas ilmu semakin tidak menemukan relevansinya, sebab linearitas yang dipahami secara ad hoc justru akan mempersempit wawasan seseorang saat berhadapan dengan isu-isu yang berada di luar jangkauan bidang keilmuannya.
Buku ini memberikan world view keagamaan (Islam) yang baru sebagai bekal menghadapi era perubahan sosial yang cepat. Sebuah budaya berpikir baru yang secara mandiri mampu mendialogkan sisi subjective (agama), obejective (sains) dan intersubjective (hati nurani) dari keilmuan dan keberagamaan menjadi niscaya dalam kehidupan multireligi-multikultural dan terlebih di era multikrisis yang melibatkan sains, kesehatan, sosial, budaya, agama, politik, ekonomi, keuangan sebagai akibat penyebaran wabah Covid-19 di dunia sekarang ini.
Tidak tersedia versi lain